Tampilkan postingan dengan label answer sheet. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label answer sheet. Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 September 2013

Jogja's Favorite Duo Folk

Kesenangan paling sederhana dalam bermusik adalah bernyanyi sambil gitaran. Di bawah ini adalah teman-teman dari Jogja yang bisa bermain mempesona hanya dengan mengemban semangat genjrengan.

1. Jono Terbakar
Nihan A. Lanisy yang memainkan gitarlele dan temannya, Nur, yang memainkan perkusi lucu. Di atas panggung mereka memperkenalkan diri sebagai Si Jono dan Si Terbakar, memainkan lagu-lagu jenaka sambil bercanda satu sama lain dengan kocak pula. Lagu-lagunya seperti "Tualang" dan "Ranu Kumbolo" sebenarnya punya lirik puitis yang sangat mengesankan, tapi lagu hitsnya "Atos" adalah lagu berlirik super lucu tentang anak yang kagol beli es teh murahan di pantai, dan akhirnya curhat di twitter.
Di bawah ini adalah "Ranu Kumbolo", lagu berlirik sangat kuat tentang danau di puncak Semeru itu. Mendengarkan lagu ini sambil membaca liriknya, saya jadi membayangkan seorang pemikir yang merenung di tepiannya setelah lelah mendaki.
Saya kangen sekali ingin nonton Jono lagi setelah terakhir nonton pertunjukan kocak mereka di Lelagu#2 Juni lalu bersama perupa Mahaputra Vito yang mencorat-coret tubuh si Jono yang sedang nyanyi.



"Andai saja aku bisa menjadikan diriku menjadi kabut. Seandainya... Andai saja aku bisa menjadikan diriku menjadi air. Seandainya... Andai saja aku bisa menjadikan diriku menjadi angin. Seandainya...Andai saja aku bisa menjadikan diriku menjadi dingin... 
Tidurku di danau, di atas, di awan, danau di atas awan yang terbentang sejauh mata memandang. tempatku yang kini... hidup ini tak cuma hanya sekali. Mati juga kehidupan.
Andai saja aku bisa menjadikan diriku menjadi kamu. Seandainya... Andai saja aku bisa menjadikan diriku menjadi dia. Seandainya... Andai saja aku bisa menjadikan diriku jadi kalian. Seandainya... Andai saja aku bisa menjadikan diriku tetaplah aku."


2. Rabu
Balada gelap terang atmosperik, begitu Rabu mendefinisikan diri di laman soundcloudnya. Dalam kesederhanaannya, Rabu menjadi unit musik yang paling menyeramkan di antara proyek-proyek paguyuban noise Wednes yang lain misalnya Kultivasi, Slarong, dan Asangata. Saya pertama kali menonton dia manggung sebagai Rabu di acara launching albumnya M.D.A.E di JNM beberapa bulan lalu. Rabu masih terdiri dari Wednes seorang dan gitar bolong teramat butut yang susah distem. Dengan suara gitar menggaung dan vokal bariton yang seram, Wednes menyanyikan lagu-lagu kelam yang membuat kita serasa dibawa ke kastil Transylvania untuk bertemu Count Dracula.
Dalam perkembangannya, Wednes menggunakan gitar yang bagusan dan menggandeng temannya si Tempe untuk membackup gitar. Mereka tampil sangat mempesona di Lelagu #2 bulan Juni lalu, dan mendapat kehormatan membuka konser Frau tanggal 29 Agustus.



"Dalam tidur aku melihat wajah murung penuh isyarat. Dalam tidur dalam dengkur. Sekat-sekat kaca dibuka. Dalam tidur aku mendengar suara-suara makhluk tersesat. dalam tidur dalam dengkur sisa-sisa berwujud nyata."

3. Indigo Moon
Akhirnya Putro mendapatkan partner yang sepadan untuk membuat lagu bagus. Seperti Wednes, Putro sudah bekerja sama dengan banyak orang dan akhirnya punya paguyuban punk. Setelah The Frankenstone yang saya dirikan bersamanya di tahun 2007, dia punya Putro and The Money Making Machine yang menfasilitasi kegemarannya akan Social Distortion, juga Berantak! di mana dia menjadi vokalis penuh menggantikan Imok. Namun di antara band-band berisik ini, dia memutuskan membuat lagu-lagu sedih bersama Gogor Seta Dewa, teman sebangkunya di sekolah paska sarjana, dan menamai proyeknya Indigo Moon.
Dua lagu yang sudah diunggah di soundcloud mereka mengusung tema-temanya Putro yang biasa, tentang ketakutan menjadi dewasa, teman-teman yang datang dan pergi, juga hubungan yang rumit dengan orang lain. Vokal Gogor yang berada lebih di depan, membuat proyek ini terasa seperti versi akustikannya Lifehouse.




"...Somewhere in the bottom, there's an end this void. I've been floating like a paperplane while your face is haunting me.
Remember all the silence words and falling birds. All the useless plans I made, all the debts you never paid..."

4. Stars and Rabbit
Dulu waktu saya masih SMA, saya pernah tertegun di depan televisi menonton Elda menyanyikan "High and Dry" dari Radiohead dengan sangat mengesankan. Waktu itu saya belum tahu apa-apa soal band-band-an, belum tahu suara yang bagus dan skill yang mumpuni itu seperti apa, tapi saya tahu rasanya terkesan.
Setahun yang lalu, saya menonton perempuan yang saya kenali lewat kontes vokal itu di sebuah secret gig di Lir. Dia mengenakan dress hippies dan mahkota bunga-bunga, menjelma menjadi penyanyi dengan attitude yang sangat berbeda, namun bernyanyi dengan sama mempesonanya hanya diiringi temannya yang memainkan gitar akustik. Duo itu ternyata bernama Stars and Rabbit.
Saya langsung jatuh hati lagi mendengarkan "Worth It", yang nuansanya sangat awal 2000an. Selain "Worth It", ada beberapa track lagi yang pantas untuk scene seekor kelinci putih yang berlari-lari di atas bukit hijau mengejar bintang. "Man Upon the Hill" dan "You were The Universe" adalah dua favorit saya untuk didengarkan sebelum tidur.





"...It tastes like reality. You turn aside and walk away to another sound of laughter.
Left me out with nothing. With nothing but my pens and papers... The universe, you were...."

5. Answer Sheet
Saat SMA, Wafiq Giotama dan Mas Gilang Karebet mulai membuat lagu lalu memainkannya dengan format duo ukulele yang sangat unik. Beberapa tahun kemudian, duo yang bernama Answer Sheet ini menarik beberapa teman yang lain untuk memainkan bass, melodi gitar, dan perkusi sehingga mereka tidak menjadi duo ukulele lagi. Answer Sheet menjadi salah satu band terbaik di Jogja, bermain di acara-acara besar seperti Soundrenaline, konser Happy Coda Frau, dan bahkan Hello Asean di Bali.
Di bawah ini adalah genjrengan duo ukulele formasi awal untuk lagu mereka yang paling saya suka, Stay Leave.



"...Hundred hours of no direction, it will end as an elation. You may stay you may leave. They probably go and they probably win, and I choose to stay in here..."

Sabtu, 09 Maret 2013

Syarlothsita , Answer Sheet, dan Auretté and The Polska Seeking Carnival di Open House LIP, Sabtu 9 Maret 2013

Siang-siang, panas-panas, di hari Sabtu adalah waktu yang kurang tepat bagi seorang perempuan sendirian naik motor menuju sebuah gig. Tapi gig ini tidak mirip gig, melainkan sebuah panggung santai di teater mini tempat kursus bahasa Perancis yang asik banget, menampilkan tiga band pop paling manis di Jogja. Jadi saya datang dengan niatnya, dan bertemu beberapa teman di sana. Jam setengah empat pintu teater dibuka, dan kami mulai memadati tempat duduk yang disediakan. Saya duduk sama Matias dan Tata di tengah agak atas, salah satu tempat terbaik di teater itu.
Syarlothsita adalah band pop manis bentukan Kiki Tsalatsita dan suaminya Windo, di bantu seorang gadis kecil yang piawai memainkan gitar klasik. Kak Kiki, yang biasanya memainkan uke dan gitar, kali ini mengambil posisi yang agak terlalu multi-tasking: glockenspiel, harmonika, kerincing-kerincing di kaki, tamborin, triangle, piano kecil, dan entah apa lagi yang ia mainkan sambil bernyanyi. Walau agak repot, dia memilih porsi instrumen-instumen ini karena keadaannya yang habis operasi memustahilkannya untuk memainkan gitar, yang akhirnya dimainkan Windo.
Mereka memainkan empat, lima lagu yang lucu-lucu dengan judul-judul seperti 'Dearest John' dan 'Empty House'. Nada-nada dan dentingan instrumennya membuat saya jadi teringat pasar malam atau sirkus yang didatangi George, Julian, Anne, dan Dick di novel-novel Lima Sekawan. Sayang suara Kiki terdengar agak lemah, dan kelihatan agak kerepotan dengan banyaknya instrumen yang dia pegang. Anyway, mereka tampil bagus, dan saya pengen banget liat mereka main lagi.
Band kedua adalah Answer Sheet, band pop ukulele yang lagi hip banget di kalangan cewek-cewek SMA dan para maba. Ogi (uke 1), Karebet (uke 2), Abi (bass), dan seorang lagi di gitar elektrik, bisa menyuguhkan pertunjukan yang ooooookeeeeeee banget! Santai, adem, tapi sangat memuaskan. Kualitas bermain musik mereka sangat bagus, menurut saya, dan lagu-lagunya juga enak banget. Apalagi suaranya Karebet ganteng kayak boyband irlandia. Lagu-lagu kayak 'Stay Leave', 'Love beach, Sadranan', dan 'Riverside' bener-bener bisa bikin kita minta satu lagu lagi setelah mereka berpamitan. Di akhir pertunjukan, mereka memainkan satu lagu baru yang bagus banget tapi aku lupa judulnya :|
Yang terakhir main adalah Aurette. Mungkin band ini adalah yang paling banyak ditunggu sama penonton, terlihat dari antusiasnya dan hapalnya para hadirin dengan intro ala sirkus yang mereka mainkan. "Syalalalala..." sambil bertepuk tangan. Karena agak amazed sama beberapa instrumennya plus bentukan para personilnya yang unik banget, aku yang karena gak gaul baru sempet nonton Aurette sekarang, ikut-ikut aja tepuk tangan. Band ini emang unik, kayaknya belum ada yang kayak gini di Jogja. Kalo Syarlothsita tadi mengingatkan akan para anggota Lima Sekawan yang sedang menonton sirkus, Aurette mengingatkan saya akan rombongan sirkus karavan itu sendiri. Dengan bau-bau Eropa daratan tradisional, mungkin agak pantas kalau mereka menambahkan sepasang pantomim untuk lebih meramaikan pertunjukan lagi. Band ini anggotanya mungkin ada sekitar 10 orang, plus juru tepuk tangan dan suit-suitan yang menyaru jadi penonton. Sialan, oke bener band ini konsepnya. Vokalisnya perempuan, dengan kostum rok pendek, kemeja putih, stoking hitam, dan sepatu tinggi seksi, bisa bikin kita dumbstruck dengan suaranya yang Eropa banget dan kemampuannya memainkan akordeon, mandolin, dan gitar. Perempuan lain di dalam band adalah Aurelle, cewek cantik banget berkulit gelap, yang piawai memainkan uke dan keyboard. Personel lainnya adalah para laki-laki, ada pemain kajon yang jayus abis, pemain bass yang nyantai duduk di belakang, pemain perkusi yang mengawang-awang, dan pemain terompet yang oke banget. Lagu-lagunya yang paling memorable mungkin 'I Love You more than Pizza' yang berbahasa Perancis, dan something something 'Capucino'. 
Siang-siang ke LIP, sendirian, perempuan, jadi worthy untuk tiga band yang manis ini.
merchandise band yang laris manis, jualannya Mas Menus sama Dimas. Pengen beli kaos Last Kiss To Die of Visceroth tapi ga bawa duit :|
Syarlothsita
Answer Sheet
Aurette