Senin, 26 Agustus 2013

Menyusuri Jalan Pulang: Musik Sastrawi yang Wigati





Empat belas Februari 2013, di sebuah kedai kopi yang laris di Jalan Kaliurang, Yogyakarta, ada sebuah acara pameran yang agak lucu:Pameran Patah Hati. Anak-anak muda memamerkan artefak patah hatinya seperti barang-barang peninggalan mantan pacar atau hadiah-hadiah tak tersampaikan untuk mantan gebetan. Saya menghadiri acara tersebut bersama teman-teman, mencari sedikit kekonyolan di sela-sela kisah sedih orang lain untuk menghibur diri di malam Valentine yang hujan itu.

Di acara pameran itu juga tampil beberapa grup pertunjukan. Salah satunya adalah sebuah band yang namanya yang agak ganjil buat saya, Jalan Pulang. Komposisi mereka adalah seperti ini: dua orang vokalis: perempuan pemain keyboard dan laki-laki pemain gitar plus harmonika di depan, di latar belakang ada seorang pemain gitar, seorang pemain bass yang juga main glockenspiel, dan seorang pemain perkusi. Satu dua lagu sedih dan puitis mereka mainkan untuk penonton yang berkerumun di sekeliling area panggung itu, penonton yang sedang atau sedang pura-pura patah hati. Tapi yang benar-benar bikin saya rontok adalah ketika mereka memainkan lagu berjudul “Apa Daya”, karena di puncak lagu itu kelima personel tersebut bersama-sama menyanyikan keluhan “Apa daya….? Apa daya…? Saujana…” dengan sepenuh hati.

Jarang sekali bisa bertemu dengan sebuah unit musik yang elemen-elemennya fasih bermusik dengan seimbang. Banyak band yang personel-personelnya asyik sendiri dengan instrumen masing-masing sehingga yang menyatukan mereka hanyalah bahwa mereka memainkan lagu yang sama di nada dasar yang sama. Saya percaya bernyanyi bersama membuat sebuah band menjadi satu unit musik yang orang-orangnya sama-sama memiliki lagu tersebut dengan porsi yang sama. Pemain instrumen bukan sekedar pengiring vokalis, tapi mereka menangis dan tertawa bersama di lagu yang sama.

“Semua personel Jalan Pulang memang diharuskan bisa menyanyi.”kata Irfan, vokalis dan gitaris, ketika saya wawancarai bersama Dico, pemain bass dan glockenspiel. Mereka bercerita tentang para personel yang satu persatu memasuki band ini. Di tahun 2010, saat Jalan Pulang masih berupa konsep, Irfan menggubah beberapa lagu berdasarkan syair puisi yang ia tulis sendiri. Dia bekerja sama dengan Margi, pacar abangnya yang adalah guru piano. Beberapa saat kemudian, Dico bergabung sebagai pemain bass, pemain glock, dan backing vocal disusul Damar sebagai pemain lead guitar dan backing vocal. Kuartet ini pun mulai berjalan sebagai grup akustik balada.

Akustik balada memang adalah konsep yang diusung Irfan ketika ia memulai band ini. Saat itu Soundcloud dan Youtube sedang booming dan kemudahannya membuat banyak orang jadi terkenal karena menggarap cover version lagu-lagu terkenal dengan musik akustik yang sederhana. “Saya ingin menunjukkan bahwa musik akustik bisa berdiri sendiri tanpa perlu jadi cover version lagu-lagu lainnya.”kata Irfan.

Baru September 2012 ini Agung bergabung. “Dia di sini bukan berperan sebagai drummer, melainkan sebagai pemain perkusi yang harus bisa memainkan banyak macam instrumen perkusi. Ketika Agung masuk kami menggarap ulang aransemen lagu-lagu ini sehingga tetap tidak kehilangan unsur akustik dan folk-nya.” jelas Dico.

Dengan konsep akustik itu, mereka merekam tiga buah lagu demo berjudul “Jalan Pulang”, “Lagu Berdua”, dan “Lelah” yang kemudian mereka unggah di soundcloud. Namun peruntungan mereka berubah setelah mereka menggarap lagu mereka yang paling sedih dan paling apik, “Percakapan Tangis”. Dengan aransemen yang sedikit etnik, lagu ini mereka sertakan di Festival Musik Tradisi dari Forum Musik Tembi dan akhirnya masuk 7 besar lagu-lagu terbaik. Sebagai hadiah, mereka bisa merekam ulang lagu ini di Kua Etnika, diproduseri oleh Mas Purwanto sendiri, dan tergabung dalam Album Kompilasi Musik Tradisi Baru 2012. “Salah satu hal paling berkesan yang kami dapat selama ngeband dengan Jalan Pulang,”kata Dico dan Irfan sepakat.

Selama dibimbing Mas Purwanto merekam lagu ini, mereka merasakan asyiknya memproduksi lagu di sebuah studio yang terfasilitasi lengkap. Namun, kerumitan lagu ini membuat mereka malas memainkannya secara live. “Di lagu ini kami tukar-tukaran posisi, Dico main gitar dan vokal, Irfan main bass, dan gitar Damar harus distem ulang karena setelannya berbeda. Di sini Damar memainkan gitarnya seperti kecapi.”jelas mereka. “Setiap kali latihan untuk panggung berikutnya dan saya umumkan kalau lagu ini masuk setlist, semuanya mengeluh karena lagu ini memang susah dan repot sekali dimainkan saat live.”kata Irfan. Tapi karena banyak teman dan penggemar yang meminta lagu ini dimainkan, akhirnya mereka merancang ulang lagu ini dan memainkannya secara live. “Di sini Dico bernyanyi sambil tetap memainkan bass, Irfan tetap main gitar, tapi Damar tetap harus merubah scale gitarnya sih.”jelas mereka. Lagu ini dibawakan dengan format baru untuk pertama kalinya di Societet, TBY, Mei lalu. “Sekarang setelah menemukan format live-nya, kami malah merasa sangat menikmati membawakan lagu ini secara live,”ujar Irfan.

Jika kita menyimak lagu-lagu Jalan Pulang, kita akan melihat bahwa departemen liriknya penuh kata-kata poetik. Irfan sebagai penanggungjawab penulisan lagu memang mengakui bahwa dia sangat menggemari dunia penulisan puisi. Ia gandrung dengan penyair-penyair kenamaan tanah air seperti Acep Zamzam Noor dan Joko Pinurbo. “Saya juga mengagumi lirik-lirik lagu era Chrisye. Banyak orang bilang lagu-lagu seperti itu bahasanya sok tinggi dan sombong. Tapi menurut saya yang seperti itu malah ganteng dan elegan! Misalnya lirik-liriknya Guruh yang pakai Sanskrit.”katanya. Dengan bangun dasar literatur seperti itu, Jalan Pulang menyuguhkan musik yang sastrawi bagi pendengarnya.

“Saya selalu suka lirik buatannya Irfan,”kata Dico waktu saya tanya pendapatnya tentang lirik-lirik puitis yang harus ikut ia nyanyikan itu. Menurut Dico, menulis lirik berbahasa Indonesia yang baik itu susah, tapi Irfan bisa menuliskannya dengan baik tanpa menjadi terlalu eksplisit.

Selain syair yang dianggit sendiri, Jalan Pulang juga melagukan puisi-puisi penyair kesukaan Irfan. Mereka menggarap puisi singkat berjudul “Lagu Berdua” milik Acep Zamzam Noor. “Setelah lagu ini jadi, saya sempat berkorespondensi lewat FB dengan Acep. Dia sangat mendukung, malah membantu promosiin lagu ini ke penggemarnya lewat FB.” kata Irfan. Lagu ini juga mereka mainkan di acara ulang tahun rumah arsip seni IVAA, sebuah acara yang juga memanggungkan Joko Pinurbo. “Jokpin mengapresiasi gubahan puisinya Acep itu. Dia bilang kalau mau pakai puisi dia, pakai saja, nggak usah bayar. Nggak usah bilang ke dia juga boleh!” kata Irfan. Dia lebih girang lagi saat Jokpin menyatakan bahwa beliau menyukai syair-syair yang ia nyanyikan. “Dia bilang, ‘Ini yang bikin syair kamu sendiri? Ini menarik ini!’ hehehe…”ujarnya. Saat ini Jalan Pulang sedang menggarap pelaguan Winternachten milik Jokpin.

Menurut Irfan, Jalan Pulang sudah menjadi wadahnya untuk mengapresiasi karya orang lain dengan karyanya sendiri. “Menurut saya, kita harus membicarakan karya dengan karya. Dalam hal ini kami membicarakan karya sastra menggunakan musik. Kami membuat suatu karya musik untuk membicarakan suatu karya sastra.”katanya.

Jelas, bagi Irfan band ini sudah mendapatkan porsi prioritas yang tinggi. Bagaimana dengan personel lain? Ternyata Dico juga memikirkan hal yang sama. Untuk Dico, Jalan Pulang juga sudah menjadi band yang ia “miliki” dan “hidupi”. “Jelas, ini band yang akan saya ‘pelihara’. Kalau dipikir-pikir, proses pencarian kami masing-masing sampai menemukan Jalan Pulang itu panjang sekali. Berkali-kali gagal ngeband.”kenangnya sambil tertawa. Dico memainkan gitar dan bass dengan sangat fasih, tapi belum pernah serius dengan satu band saja seperti sekarang di Jalan Pulang. “Dulu sempat tergabung lama sama band pop punk elektronik. Itu… jaman kaos-kaos distro gambar monster!”katanya terkekeh. Sedangkan Irfan, yang notabene adalah adik dari Wiman personel Spider’s Last Moment, sempat beberapa kali manggung sebagai vokalis band metal. “Iya saya dulu metal. Tapi bandnya yang sekali manggung terus bubar, gitu.”katanya sambil terkekeh. “Damar juga belum pernah punya band tetap. Mbak Margi guru les piano. Kalau Agung memang bandnya banyak.”kata mereka. Agung memang eksis sebagai drummer di berbagai band di Jogja, misalnya Amnesiac Syndrome, Musim Penghujan, dan Sophia Sovia Stolka.

Lalu, kenapa Agung yang terpilih untuk jadi pemain perkusi? “Ya… sekali lagi karena teman dan teman. Kecuali Mbak Margi, kami semua satu fakultas di FISIPOL UGM. Selain itu karena Agung adalah pemain perkusi yang juga bisa nyanyi.”kata Dico. Irfan adalah senior Dico di Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan, sementara Agung dan Damar satu angkatan di Jurusan Sosiologi. Jalan Pulang adalah salah satu dari band-band scenester Jogja yang berasal dari FISIPOL UGM. Fakultas ini punya banyak sekali mahasiswa anak band yang eksis di skena musik Jogja. “Menurut pengamatan saya, memang, kalau kita ke acara musik mana pun di Jogja, pasti ada anak FISIPOLnya!”kata Dico.

Saat ini Jalan Pulang baru saja merilis merchandise mereka yang pertama, sebuah T-Shirt berilustrasi ikan salmon karya ilustrator dan crafter Jogja, Ojantos. “Ikan salmon itu ikan yang lahir di air tawar, tumbuh dewasa di laut, lalu ketika tua kembali ke air tawar tempat ia dilahirkan. Jadi ikan salmon itu ikan yang selalu mencari jalan pulang.”jelas Irfan. Selain itu, band ini juga sedang menyelesaikan album pertama mereka. “Nanti isinya sembilan sampai sepuluh lagu. Sekarang sedang mixing dan produksi. Rencana rilis akhir tahun ini.”kata mereka. Kegiatan rekaman dan manggung mereka sekarang agak terkendala jarak Jogja-Purwokerto, kota asal Irfan dan Margi. Walau personel yang lain tinggal dan kuliah di Jogja, Margi harus tinggal di Purwokerto karena dia mengajar di sana. “Kemarin Mbak Margi merekam part pianonya di Purwokerto.”kata Irfan sambil memperlihatkan video sesi rekaman piano itu.

Mereka menyadari bahwa grafik prestasi mereka merambat naik perlahan-lahan. “Butuh tiga tahun untuk rilis merch pertama dan membuat album pertama. Itu sehat buat kami. Pencapaian kami bertahap, bukan yang sekali meledak lalu bubar.”kata Irfan. “Kami sekarang merasa punya keharusan untuk lebih bertanggungjawab dengan aransemen, lebih bertanggungjawab dengan kemampuan kami memainkan instrumen, dan lebih bertanggungjawab dengan lagu itu sendiri.”kata Dico.

Sebelum bisa menikmati album mereka akhir tahun nanti, teman-teman bisa menikmati musik Jalan Pulang lewat https://soundcloud.com/jalan-pulang . Mungkin, seperti halnya saya, kalian juga akan merasakan nyamannya dituntun pulang lewat nada-nada mendayu dan baris-baris syair mereka yang syahdu.


saat pertama kalinya membawakan "Percakapan Tangis" dengan format live yang baru
Stage of Architecture di Societet TBY
Formasi akustik balada berempat

Saat mereka pertama kali manggung dengan formasi lengkap berlima di Titik Nol KM.

Koor backing vokal saat manggung di Pameran Patah Hati, pertama kalinya saya menonton mereka


Gisela Swaragita untuk Nobody Zine (2013)
download PDFnya via dropbox di sini:

https://www.dropbox.com/s/rzp1g9z1kz0acp8/Nobody%20Zine%203%20Agustus%202013.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar