Senin, 21 Oktober 2013

PIYE, Pameran Tunggal Kelompok Seni Rupa Mulyakarya















Minggu (20/10) kelompok seni rupa Mulyakarya dengan resmi membuka pameran tunggal karya-karya mereka di ruang pamer IAM. Dalam pameran ini personel-personel Mulyakarya menampilkan sejumlah karya seni visual berupa lukisan, stiker, dan poster. Pameran ini dibuka secara resmi oleh Nindityo Adipurnomo dan dihadiri sejumlah penggemar seni rupa dan rekan-rekan seniman.

Menurut Prihatmoko Moki, salah satu personel Mulyakarya, seri “Piye” ini berangkat dari fenomena propaganda foto Suharto yang belakangan ini sering terlihat di jalan dan ruang publik. Foto Pak Harto, sang penguasa Orde Baru, yang tersenyum ramah dan melambaikan tangan sambil bertanya, “Piye kabare, Ngger? Luwih penak jamanku to?” (Bagaimana kabarnya, Nak? Lebih enak waktu saya (berkuasa) kan?) setahun belakangan ini sering terlihat dalam bentuk stiker, poster, meme, dan bahkan kaus. Publik pun terbagi dua: ada yang setuju bahwa zaman Pak Harto lebih makmur, ada yang tidak setuju dan menganggap fenomena tersebut sebagai propaganda politik yang serius. Menurut Moki, Mulyakarya menyikapi fenomena tersebut dengan cara mereka sendiri. “Bukan tipikal Mulyakarya untuk membicarakan politik. Karya kami hanya membicarakan hal-hal yang sedang berlangsung di sekitar kita, dan merayakannya dengan cara kita sendiri. Kami nggak mau berada di satu golongan tertentu, antara yang mendukung atau yang tidak mendukung propaganda tersebut.”

Sikap netral tanpa tendensi apa pun kecuali untuk bersenang-senang memang semangat yang diemban teman-teman Mulyakarya. Dalam rilisnya, mereka menyatakan bahwa penggunakan tokoh populer sebagai subyek sangatlah lazim digunakan dalam budaya pop. Menempelkan karya berupa poster dan stiker di barang-barang pribadi dan tempat-tempat umum juga menjadi salah satu fenomena yang membuat nilainya makin populer. Mereka juga percaya masyarakat sekarang sudah cerdas sehingga sekedar mengoleksi, memasang, maupun menempelkan propaganda tersebut tidak akan memicu sebuah gerakan radikal yang berujung pada tindakan anarkis.

Erwan Heri Susanto a.k.a Iwank, salah satu personel Mulyakarya, menyatakan bahwa karya-karya tersebut dibuat setelah mengumpulkan berbagai teks parodi berdasarkan kalimat “Piye kabare?” yang fenomenal tersebut. “Dari ‘Piye kabare, penak jamanku to?’ kami mendapatkan ‘Piye kabare, enak janganku to?’ (Bagaimana kabarnya? Enak masakanku kan?) yang kemudian kami garap menggunakan wajah Nyonya Suharti yang melambaikan tangan. Kami juga dapat ‘Penak jaranku to?’ (Lebih asyik kudaku kan?) yang kami respon dengan gambar Zorro.”ujarnya menjelaskan karya-karya lukisan dalam seri Piye ini.

Seri stiker yang mereka buat juga tidak kalah slengekan. Mereka membuat 30 stiker dari foto teman-teman mereka yang sedang tersenyum dan melambaikan tangan kanannya seperti gestur Pak Harto. Foto-foto tersebut diambil tanpa make up dan tidak diedit dengan photoshop profesional. Tulsian “Piye kabare? Penak jamanku to?” juga dilekatkan di foto-foto tersebut dengan mentah, seperti meme instan yang sering muncul di sosial media untuk lelucon. Untuk display, foto-foto tersebut ditempelkan pada monitor komputer, dispenser air mineral, gitar, botol minuman, toples-toples plastik, helm, dan benda-benda keseharian lainnya. Bahkan AC di ruang pamer IAM pun tidak luput dari penempelan stiker tersebut. Selain lukisan dan stiker, ada seri poster Pak Harto dengan berbagai gestur tangan. Idenya adalah memodifikasi gestur lambaian tangan Pak Harto dengan sikap-sikap tangan yang populer. Dalam 13 poster tersebut terlihat Pak Harto membentuk gestur metal, tanda perdamaian, dan lain-lain.

 Merespon hal-hal yang terjadi di masyarakat dengan satir yang lucu dan cerdas adalah pembawaan para personel Mulyakarya yang kebanyakan adalah seniman komik. Contohnya Iwank yang aktif memproduksi seri komik “Yellow Teeth” dan Moki yang memiliki seri komik “Babak Belur”. Komik-komik ini merespon keadaan sekitar mereka dengan cerdas namun santai. Menurut Yudha Sandy, pemimpin Mulyakarya yang juga memiliki seri komik berjudul “Muntah Jerapah”, Mulyakarya dimulai sebagai media yang menerbitkan katalog komik karya teman-teman perupa. Sejak berkumpulnya mereka di tahun 2007, mereka telah menerbitkan tiga edisi katalog dan beberapa zine. Mereka juga mengisi berbagai workshop komik dan novel grafis. Selain itu mereka juga mengikuti berbagai pameran kolaborasi dan mengadakan pameran tunggal. Anggota inti Mulyakarya ada lima orang: Sandy, Moki, Iwank, Upit dan Danang. Walau demikian, menurut Sandy, Mulyakarya adalah kelompok yang terbuka bagi orang-orang yang ingin bergabung.

Menurut Devi Triasari, pemilik dan pengelola ruang seni IAM, konsep pameran ini sangat menarik. “Saking tertariknya, saya beri mereka ruangan ini gratis. Biasanya ruang pamer ini saya sewakan.”ungkapnya. Menurutnya, karya-karya yang sedang ditampilkan di ruangnya ini sangat mewakili budaya pop dan menggambarkan keadaan yang sedang terjadi sekarang. “Selain itu secara visual menarik, secara guyonan juga kena, tapi tetap kritis.”katanya.

Pameran “Piye” karya Mulyakarya akan berlangsung sampai tanggal 30 Oktober 2013. Galeri dibuka dari pukul 11 hinggal pukul 5 sore. Pengunjung bisa datang setiap hari, kecuali di hari Minggu yang merupakan hari libur IAM.




Liputan untuk Jogjanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar