Minggu (20/10) kelompok seni rupa Mulyakarya dengan resmi
membuka pameran tunggal karya-karya mereka di ruang pamer IAM. Dalam pameran
ini personel-personel Mulyakarya menampilkan sejumlah karya seni visual berupa
lukisan, stiker, dan poster. Pameran ini dibuka secara resmi oleh Nindityo
Adipurnomo dan dihadiri sejumlah penggemar seni rupa dan rekan-rekan seniman.
Menurut Prihatmoko Moki, salah satu personel Mulyakarya,
seri “Piye” ini berangkat dari fenomena propaganda foto Suharto yang belakangan
ini sering terlihat di jalan dan ruang publik. Foto Pak Harto, sang penguasa
Orde Baru, yang tersenyum ramah dan melambaikan tangan sambil bertanya, “Piye
kabare, Ngger? Luwih penak jamanku to?” (Bagaimana kabarnya, Nak? Lebih enak
waktu saya (berkuasa) kan?) setahun belakangan ini sering terlihat dalam bentuk
stiker, poster, meme, dan bahkan
kaus. Publik pun terbagi dua: ada yang setuju bahwa zaman Pak Harto lebih
makmur, ada yang tidak setuju dan menganggap fenomena tersebut sebagai
propaganda politik yang serius. Menurut Moki, Mulyakarya menyikapi fenomena
tersebut dengan cara mereka sendiri. “Bukan tipikal Mulyakarya untuk
membicarakan politik. Karya kami hanya membicarakan hal-hal yang sedang
berlangsung di sekitar kita, dan merayakannya dengan cara kita sendiri. Kami nggak mau berada di satu golongan
tertentu, antara yang mendukung atau yang tidak mendukung propaganda tersebut.”
Sikap netral tanpa tendensi apa pun kecuali untuk bersenang-senang
memang semangat yang diemban teman-teman Mulyakarya. Dalam rilisnya, mereka
menyatakan bahwa penggunakan tokoh populer sebagai subyek sangatlah lazim
digunakan dalam budaya pop. Menempelkan karya berupa poster dan stiker di
barang-barang pribadi dan tempat-tempat umum juga menjadi salah satu fenomena
yang membuat nilainya makin populer. Mereka juga percaya masyarakat sekarang
sudah cerdas sehingga sekedar mengoleksi, memasang, maupun menempelkan
propaganda tersebut tidak akan memicu sebuah gerakan radikal yang berujung pada
tindakan anarkis.
Erwan Heri Susanto a.k.a Iwank, salah satu personel
Mulyakarya, menyatakan bahwa karya-karya tersebut dibuat setelah mengumpulkan
berbagai teks parodi berdasarkan kalimat “Piye kabare?” yang fenomenal tersebut.
“Dari ‘Piye kabare, penak jamanku to?’ kami mendapatkan ‘Piye kabare, enak
janganku to?’ (Bagaimana kabarnya? Enak masakanku kan?) yang kemudian kami
garap menggunakan wajah Nyonya Suharti yang melambaikan tangan. Kami juga dapat
‘Penak jaranku to?’ (Lebih asyik kudaku kan?) yang kami respon dengan gambar
Zorro.”ujarnya menjelaskan karya-karya lukisan dalam seri Piye ini.
Seri stiker yang mereka buat juga tidak kalah slengekan. Mereka membuat 30 stiker dari foto teman-teman mereka yang sedang tersenyum dan melambaikan tangan kanannya seperti gestur Pak Harto. Foto-foto tersebut diambil tanpa make up dan tidak diedit dengan photoshop profesional. Tulsian “Piye kabare? Penak jamanku to?” juga dilekatkan di foto-foto tersebut dengan mentah, seperti meme instan yang sering muncul di sosial media untuk lelucon. Untuk display, foto-foto tersebut ditempelkan pada monitor komputer, dispenser air mineral, gitar, botol minuman, toples-toples plastik, helm, dan benda-benda keseharian lainnya. Bahkan AC di ruang pamer IAM pun tidak luput dari penempelan stiker tersebut. Selain lukisan dan stiker, ada seri poster Pak Harto dengan berbagai gestur tangan. Idenya adalah memodifikasi gestur lambaian tangan Pak Harto dengan sikap-sikap tangan yang populer. Dalam 13 poster tersebut terlihat Pak Harto membentuk gestur metal, tanda perdamaian, dan lain-lain.
Merespon hal-hal yang
terjadi di masyarakat dengan satir yang lucu dan cerdas adalah pembawaan para
personel Mulyakarya yang kebanyakan adalah seniman komik. Contohnya Iwank yang aktif
memproduksi seri komik “Yellow Teeth” dan Moki yang memiliki seri komik “Babak
Belur”. Komik-komik ini merespon keadaan sekitar mereka dengan cerdas namun
santai. Menurut Yudha Sandy, pemimpin Mulyakarya yang juga memiliki seri komik
berjudul “Muntah Jerapah”, Mulyakarya dimulai sebagai media yang menerbitkan katalog
komik karya teman-teman perupa. Sejak berkumpulnya mereka di tahun 2007, mereka
telah menerbitkan tiga edisi katalog dan beberapa zine. Mereka juga mengisi
berbagai workshop komik dan novel grafis. Selain itu mereka juga mengikuti
berbagai pameran kolaborasi dan mengadakan pameran tunggal. Anggota inti Mulyakarya
ada lima orang: Sandy, Moki, Iwank, Upit dan Danang. Walau demikian, menurut
Sandy, Mulyakarya adalah kelompok yang terbuka bagi orang-orang yang ingin
bergabung.
Menurut Devi Triasari, pemilik dan pengelola ruang seni IAM,
konsep pameran ini sangat menarik. “Saking tertariknya, saya beri mereka
ruangan ini gratis. Biasanya ruang pamer ini saya sewakan.”ungkapnya. Menurutnya,
karya-karya yang sedang ditampilkan di ruangnya ini sangat mewakili budaya pop
dan menggambarkan keadaan yang sedang terjadi sekarang. “Selain itu secara
visual menarik, secara guyonan juga kena, tapi tetap kritis.”katanya.
Pameran “Piye” karya Mulyakarya akan berlangsung sampai
tanggal 30 Oktober 2013. Galeri dibuka dari pukul 11 hinggal pukul 5 sore. Pengunjung
bisa datang setiap hari, kecuali di hari Minggu yang merupakan hari libur IAM.
Liputan untuk Jogjanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar