Senin, 14 Oktober 2013

Wawancara dengan Agung "Leak" Kurniawan tentang Festival Seni Mencari Haryadi

Wawancara ini dimuat di Jogjanews.com, tapi karena satu dan lain hal banyak sekali dipotong oleh editor saya. Di bawah ini adalah tulisan asli saya tanpa diedit.

courtesy foto: Jogjanews.com

Oleh Gisela Swaragita

Ditemui di Kedai Kebun Forum selepas melaksanakan aksi damainya bersama  paduan suara Vox Populi Vox Polis Minggu (13/10), Agung “Leak” Kurniawan dengan bersemangat menjelaskan apa dan bagaimana sebenarnya Festival Seni Mencari Haryadi itu. Dijelaskan, pergerakan ini dimulai dari kegelisahannya akan permasalahan kota. Menurutnya, Jogja makin ke sini makin semerawut sementara pihak pemkot tidak pernah punya solusi konkrit untuk mengatasinya. Terlebih lagi walikota Haryadi Suyuti tidak pernah muncul di depan publik untuk melaporkan kinerjanya.

“Belum lama saya ketemu dengan teman saya yang sekarang menjadi petinggi di pemkot. Katanya pemerintahan kota sekarang melakukan operasi senyap.”kata pria yang kerap dipanggil Pak Leak itu. Menurutnya, operasi senyap tidak relevan dilakukan oleh pemerintah. Kinerja mereka seharusnya diumumkan ke publik lewat media massa sehingga masyarakat bisa menilai dan mengevaluasi keberhasilan maupun kemundurannya. “Kalau tidak ada yang disembunyikan, tidak mungkin mereka bekerja diam-diam saja. Mereka itu hanya tidak punya konsep jelas tentang kota.”

Pak Leak secara khusus menyoroti permasalahan kemacetan yang belakangan ini selalu terjadi di Jogja pada jam-jam tertentu. “Kalau tidak diatasi bisa makin parah. Jogja sudah seperti Jakarta kecil.”komentarnya. Berdasarkan pengamatan pria yang sudah tinggal di Jogja sejak tahun 1978 itu, kota Jogja sedang mengalami kemunduran terutama di sistem transportasinya. “Dulu dari SD sampai kuliah saya bisa mengandalkan angkutan umum. Sekarang warga harus punya kendaraan pribadi kalau mau praktis. Semua orang punya motor. Bukan karena harganya makin murah, tapi karena dimudahkan oleh sistem kredit.”katanya.

“Haryadi Suyuti sudah terpilih secara sah untuk masa jabatan 5 tahun. Kita sebagai warga berdaya hanya bisa melakukan kritik.”katanya. Untuk mewujudkan niat kritisnya ini, Pak Leak yang berasal dari kalangan seniman akhirnya menggandeng teman-teman sesama pekerja seni untuk beramai-ramai melakukan pergerakan untuk menyadarkan masyarakat atas masalah-masalah yang terjadi di kota. Festival ini juga sekaligus cara alternatif mereka untuk mencoba berkomunikasi dengan pemkot pimpinan Haryadi yang dinilai terlalu hening. Selain masalah kemacetan, Festival Seni Mencari Haryadi akan menyoroti pembangunan berbagai mal dan hotel yang sedang marak di kota, permasalahan lahar dingin di Kali Code yang tak kunjung usai, juga bentroknya dua kelompok supporter PSIM (Brajamusti dan Maident).

Peran seniman dalam Festival Seni ini adalah fasilitator aspirasi dan pemantik kesadaran masyarakat mengenai permasalahan nyata yang sedang terjadi. Festival ini akan melibatkan berbagai cabang seni yang ada di Jogja. “Seni musik, pertunjukan, seni rupa, fotografi… apa pun itu. Selama ini orang menganggap seni bersifat elitis, tidak politis. Kalaupun politis, tidak berakar pada hal yang riil. Nah Festival Seni ini ingin mengambil masalah yang nyata di masyarakat untuk membuat karya.”jelasnya. Direncanakan, Festival Seni ini akan berlangsung dari bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014. Agenda besar bulan Oktober ini adalah kegiatan publikasi untuk mengenalkan pergerakan ini ke masyarakat. Yang sudah berlangsung adalah Lelagu#4: Ode Buat Kota pada Jumat (11/10) dan paduan suara Vox Populi Vox Polis. Mengenai paduan suara ini, Pak Leak melibatkan sekitar 15 orang sahabat senimannya dan beberapa guru vokal dari kelompok Gregory Caecilia, GHSP Maria Tak Bercela, Kumetiran Yogyakarta. “Saya mengajak teman-teman seniman untuk jadi volunteer, lalu saya sisipi penyanyi gereja yang benar-benar bisa menyanyi.”kata Pak Leak. Kelompok ini berlatih di Kedai Kebun Forum dan Ark Galerie beberapa kali sebelum “pentas” di depan rumah dinas Haryadi Suyuti pada Minggu sore. Tujuan dari koor ini adalah untuk menarik perhatian sebanyak mungkin orang untuk akhirnya mengajak mereka ikut terlibat dalam pergerakan. Terbukti, akhirnya ada banyak warga yang secara spontan ikut bergabung ketika paduan suara tersebut menyanyi di depan rumah dinas.  Rencananya paduan suara ini akan merekam sebuah lagu tentang pemerintahan Haryadi yang kemudian akan disebarkan lewat sosial media.

Gaya penyampaian aspirasi yang tidak biasa ini dianggap efektif dalam menarik perhatian warga kota. Masyarakat mulai waspada akan pergerakan ini sejak ada kasus mural “Jogja Ora Didol” yang menyebabkan tertangkapnya M. Arif, remaja 17 tahun warga Kotagede, yang iseng memperbaiki tulisan tersebut. “Gerakan Jogja Ora Didol itu dari anak-anak street artist. Mereka juga bagian dari kami. Perannya adalah sebagai tim taktis.”ungkapnya. Tugas para street artist adalah untuk segera merespon isu yang sedang hangat di masyarakat dengan membuat karya kritis di jalan-jalan.

Dengan gerakannya ini, Pak Leak berharap bahwa kesenian bisa berguna bagi khalayak umum sebagai kanalisasi kegelisahan akan permasalahan kota dalam wujud positif. “Selama ini kadang-kadang seni dianggap tidak berguna. Art for art sake. Dengan pergerakan ini kami ingin membuat proyek seni berdasarkan permasalahan yang nyata.”ungkapnya.

Pak Leak memang terkenal berani dalam menyampaikan aspirasi yang berlawanan dengan pemerintah. Sudah beberapa kali ia mengadakan pergerakan kesenian sebagai wujud protes. Misalnya di tahun 2010 ia mengadakan gerakan “Semenit Senyap” di Titik Nol KM untuk membangun kesadaran masyarakat akan bahaya kecelakaan lalu lintas. Di tahun 2011 ia membuat gerakan “Jogja dalam Bahaya” untuk mengkritisi masalah kekerasan oleh ormas. Pergerakan alternatif seperti ini sangat efektif dalam menarik perhatian media massa karena menawarkan nilai berita. “Tidak perlu membayar media massa untuk memuat press release kita seperti yang dilakukan pemerintah.”katanya. Menurutnya jika diibaratkan tim sepakbola, media massa adalah ujung tombak atau striker. “Kita tinggal memberi umpan, mereka yang mencetak gol. Dalam hal ini, Pemkot adalah kiper yang selalu kemasukan gol!”katanya.

Pak Leak mengajak segala lapisan masyarakat untuk ikut bergabung dalam Festival Seni Mencari Haryadi. “Daftar saja lewat email ke infomencariharyadi@gmail.com.” katanya. Festival seni ini bersifat merangkul dan terbuka. “Tidak hanya dari kalangan seniman. Kami sudah merangkul komunitas sepeda, suporter bola, warga bantaran Kali Code, dan banyak lagi.”katanya. Diharapkan, pergerakan warga berdaya ini akhirnya bisa membuat Pemkot tidak lagi bungkam, sekaligus mengajak Pemkot untuk duduk bersama rakyat dan membahas bersama konsep pembangunan kota.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar