Tampilkan postingan dengan label Locstock Fest 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Locstock Fest 2. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Agustus 2013

HARI PERTAMA YANG GAGAL DAN HARI KEDUA YANG BATAL: LOCSTOCK FEST 2

Festival musik yang digembar-gemborkan sebagai yang terbesar di Yogyakarta, Locstock Fest 2, mengalami kegagalan terburuk dalam sejarah musik kota ini. Acara yang idealnya dilangsungkan selama dua hari pada tanggal 25 dan 26 Mei ini dinilai kacau pada hari pertama dan akhirnya panitia membatalkan acara hari kedua.
Kegagalan mencapai ekspektasi terlihat sejak sore di hari pertama. Ketika rombongan KANALTIGAPULUH memasuki area venue di Stadion Maguwoharjo, Sleman, pukul 16.00 di hari pertama acara, hanya terlihat segelintir pengunjung yang menikmati sajian musik di panggung-panggung yang ada. Acara ini memang di distribusikan dalam lima panggung: Stage 1, panggung paling besar, di area outdoor dengan sound dan lighting yang maksimal, Stage 2 yang kecil di dalam area foodcourt untuk musik-musik lounge, Stage 3 yang berukuran sedang di area outdoor untuk musik-musik yang unik, Stage 4 yang sedang di area indoor untuk musik-musik moshpit, dan Stage 5 yang semi outdoor di dalam area spiral jalur parkir untuk musik dari band-band rising stars yang sedianya masuk kompilasi Locstock 2. Sayangnya sore itu dari lima stage yang dimaksimalkan hanya stage 1, 3, dan  4. Stage 2 terlihat kurang memenuhi syarat jika dibandingkan dengan panggung lainnya karena areanya yang kecil dan terapit oleh area foodcourt. Stage 5 pada sore itu rehat karena band-band SMA yang telah mengikuti audisi sudah selesai pentas dan band-band peserta kompilasi belum terkumpul.
Saat itu, Sri Plecit baru saja selesai pentas di Stage 1. Setelahnya Festivalist berkesempatan menikmati panggung dengan fasilitas maksimal tersebut. Untunglah para penggemar Festivalist langsung berkerumun di depan panggung sehingga pertunjukkan menjadi ramai. Di Stage 3 ada Soul of Pain yang sayangnya harus berperang sound dengan Apollo 10 di Stage 4 yang letaknya berdekatan. Setelahnya ada Suddenly Sunday di Stage 3 yang bermain akustik berkolaborasi dengan Tea dari AATPSC yang bermain biola. Uniknya, vokalis Suddenly Sunday, Dini  sedang hamil tua namun tetap berdandan cantik dan dapat tampil dengan apik. Di Stage 4 ada Laquena yang menghibur sekerumunan penonton yang bersemangat untuk moshing.
Menjelang senja, hujan badai angin menerjang area venue. Tak ayal, panggung-panggung outdoor harus dimatikan sehingga Stage 1, 3, dan 5 otomatis tidak aktif. Penonton terkonsentrasi di Stage 4 yang saat itu memanggungkan Zues kemudian End of Julia. Rully, Wukir beserta kru dari Senyawa yang sudah menginstalasi alat baru mereka, sejenis instrument gesek yang dimodifikasi dari garu pembajak sawah, harus menggotong alat tersebut turun panggung lagi supaya tidak rusak terkena tetesan air hujan. Akhirnya Senyawa di panggungkan di Stage 4 setelah End of Julia. Untunglah, penampilan di panggung yang sangat raw itu malah menjadi intens dan panas. Penonton yang penasaran dengan musik Senyawa benar-benar memadati bibir panggung. Rully, bertelanjang dada dan berikat kepala batik, berkolaborasi dengan Wukir yang memainkan alat-alatnya yang unik sedemikian rupa sehingga terjadi pertunjukkan yang unik dan pecah. Setelah Senyawa giliran Down for Life, Through Out, Captain Jack dan Cranial Incisored yang menjajah panggung. Stage 4 benar-benar terbakar oleh moshpit yang pecah dan musik yang keras dari band-band besar tersebut.
Namun sementara itu para personel dari band-band kompilasi rising stars seperti Jono Terbakar, Musim Penghujan, Untitled Joy, Sophia Sovia Stolka, dan lain sebagainya batal tampil karena Stage 5 tidak aktif terkena air hujan yang masuk ke area panggung sehingga seperangkat sound system dan sarana pendukungnya terpaksa harus di non aktifkan agar tidak terjadi konsleting.
Tidak lama setelah itu terdengar kabar bahwa distribusi deretan band kompilasi ditangguhkan menjadi keesokan harinya di hari kedua acara. Namun rencana kembali berubah ketika hujan sudah berubah menjadi gerimis dan Stage 5 dapat di hidupkan lagi. Band-band kompilasi manggung bergiliran membawakan masing-masing dua lagu saja. Untitled Joy terlihat kurang senang ketika MC meminta mereka turun panggung setelah mereka memainkan lagu kedua. “Wis ngenteni ket jam 5 mau e, Mas, mosok mung rong lagu?” (Kami sudah menunggu dari jam 5 tadi, Mas, masa hanya main dua lagu?”) kata Nico gusar. Band-band kompilasi pun terlihat bermain seadanya. Setelah giliran habis, Stage 5 kembali dimatikan dan kerumunan penonton kembali berpusat di Stage 4 yang sedang memanggungkan Seek Six Sick.
Stage  4 yang hingar bingar, panas, dan pecah berbanding terbalik dengan keadaan Stage 2 di area food court. Ketika SAKA, Frankrover, dan Anggisluka manggung, penonton yangbersungguh-sungguh menyimak dapat dihitung dengan jari.
Sementara itu kepanikan sudah mulai terjadi di ruang sekretariat komite di mana manajemen berbagai band meminta kepastian masalah fee dan dan akomodasi. Komentar-komentar negatif juga sudah mulai membanjiri linimasa berbagai media sosial. Band-band besar yang merasa dirugikan dan para penonton yang kecewa dengan teknis pertunjukan menyampaikan keluhan-keluhan mereka di twitter dan facebook sehingga menjadi bola salju di dunia maya tentang Locstock yang tidak sesuai harapan. Suasana semakin panas ketika dipastikan Shaggydog, Koil, Something Wrong, Death Vomit, dan Ras Muhammad menolak manggung. Keadaan semakin membingungkan ketika para personel panitia terlihat tidak lagi memakai kaos seragam panitia Locstock Fest 2 dan berganti menggunakan pakaian yang lain. Puncaknya, terdengar kabar bahwa beberapa personel inti panitia menghilang, termasuk Bobby Yoga “Kebo”.
Untungnya disela-sela carut marut keadaan dalam venue dan isu-isu tidak bertanggung jawab yang beredar di dunia maya, Navicula, salah satu dari deretan band papan atas luar kota yang diundang di acara ini, tetap sudi manggung untuk memungkasi acara. Penonton benar-benar menikmati penampilan Navicula malam itu yang menampilkan set-set terbaiknya seperti “Orangutan”, “Di Rimba”, dan “Metropolutan”. “Kami manggung bukan buat acara ini, tapi buat kalian yang udah datang!” ujar sang vokalis kepada penonton yang membludak. Penampilan yang panas itu ditimpali encore yang tidak disangka-sangka sehingga memuaskan mereka yang menikmati performance itu. Dijelaskan di akun twitter resmi Navicula bahwa mereka tetap mau main karena tidak mau ambil pusing mengenai teknis pembayaran fee.
Acara hari pertama yang tidak sesuai harapan itu berbuntut panasnya linimasa twitter sampai dini hari. Isu-isu tidak sedap dan tidak benar mengenai kepanitiaan acara mulai bermunculan di antara twit-twit panas yang berdasarkan fakta. Topik-topik yang panas berkisar antara kacaunya koordinasi antara panitia dengan pihak-pihak yang terlibat seperti band, sponsor, dan media partner ditambah menghilangnya Pak Kebo selaku ketua panitia.
Puncaknya sekitar pukul tiga pagi secara resmi diumumkan acara hari kedua dibatalkan. Band-band besar luar kota yang seharusnya manggung hari itu seperti Efek Rumah Kaca, Payung Teduh, Iksan Skuter, Kelelawar Malam, Begundal Lowok Waru dan Rajasinga batal pentas walau beberapa dari nama tersebut sudah sampai di venue. Band-band dalam kota yang batal manggung hari itu antara lain DOM 65, NOK 37, Sangkakala, Individual Life, Zoo, My Pet Sally, dan masih banyak lagi.
Hujatan-hujatan dan tanggapan-tanggapan terhadap acara tersebut memenuhi linimasa. Minggu pagi,twitter ramai dengan twit terakhir dari Pak Kebo yang disusul selentingan bahwa Pak Kebo telah tiada setelah terjadi suatu insiden di pagi hari tersebut. Berita yang menghebohkan itu dikonfirmasi kebenarannya pada Minggu siang. Minggu sorenya, Payung Teduh, salah satu band luar kota yang sudah terlanjur sampai Jogja, mengadakan gigs dadakan kecil di Legend Café dengan jumlah penonton yang sangat banyak. Selain itu Iksan Skuter akhirnya mendapatkan panggung di Yap Square pada Senin (27/5) malam dan di FIB UGM pada Selasa (28/5). Gigs di FIB itu diprakarsai oleh teman-teman LO Locstock. Hingga saat ini kegagalan Locstock Fest yang diamini sebagai tragedi di dunia musik Jogja masih menyisakan berbagai tanda tanya dan masalah yang belum terselesaikan. (Gis)
Text by Gisela Swaragita Photos by: Komang Adhyatma

Diterbitkan oleh KANALTIGAPULUH, 28 Mei 2013

SINGKAT DAN AKRAB PAYUNG TEDUH DI LEGEND CAFÉ, 26 MEI 2013

Minggu (26/5) adalah sore yang suram di Jogja. Mendung masih menggantung di penjuru wilayah, menambah kelabu suasana duka yang menggelayut di berbagai kantong komunitas musik kota ini. Kacaunya Locstock Fest 2 disusul tewasnya Yoga “Kebo” Cahyadi, sang ketua panitia acara, disebut-sebut sebagai salah satu tragedi musik terbesar di kota ini. Menyusul batalnya event Locstock hari kedua, Payung Teduh, salah satu band luar kota yang dikecewakan memutuskan untuk mengadakan show dadakan di Legend Café, Kota Baru sore itu. Rencana itu bagai air sejuk di tengah panasnya arus linimasa twitter yang penuh hujatan.
Pukul lima sore, Legend Café sudah benar-benar penuh sesak oleh para penggemar Payung Teduh. Sepertinya mereka yang semestinya bergembira di Locstock hari kedua berduyun-duyun menuju ke Legend Café. Bahkan terlihat ada seorang penonton yang masih mengenakan gelang entrance Locstock berwarna biru dari acara hari sebelumnya.
Panggung sederhana sudah disiapkan berupa sepetak lantai dengan beberapa stand mike, kelewat bersahaja jika dibandingkan hingar bingar Stage 1 Locstock tempat mereka seharusnya dipanggungkan. Selepas maghrib, MC Gandoz membuka acara dengan sedikit khidmat. Ia meminta teman-teman Jogja menghilangkan semua tendensi negatif dan akhirnya membangkitkan kembali permusikan di Jogja. “Ayo kita buktikan bahwa Jogja itu kota yang aman buat bermusik.”ajaknya. “Teman-teman, jangan lagi ada kata-kata di sosial media bahwa uang fee artis dilarikan. Itu hoax ya, teman-teman.” tambahnya menanggapi isu yang carut marut di sosial media.
Kemudian doa bersama yang singkat dihaturkan, kotak sumbangan diedarkan, dan Payung Teduh pun memetik nada lagu pertama. Sekitar 45 menit mereka membawakan lagu-lagu mereka seperti “Angin Pujaan Hujan”, “Berdua Saja”, “Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan”, “Kucari Kamu, “Tidurlah”, “Malam” dan beberapa nomor lain. Terdengar seluruh penonton yang menyesaki Legend Café menyanyikan lirik-lirik puitis itu bersama-sama, mengalahkan derasnya hujan yang telah mulai turun.
Berkali-kali Is terdengar mengucapkan “Bismillah” dan “Alhamdullilah” selama pertunjukkan itu. “Alhamdullilah, hari ini kita masih bisa bertemu dengan orang-orang yang indah ini.”ujarnya, terdengar terharu melihat riuh dan sesaknya penonton yang memenuhi segala sudut ruangan. “Hari ini ga ada set list ya,”katanya. “Jadi rekues-an aja. Mau dengerin apa nih?” dengan suara bulat penonton meminta “Resah”. Nada minor yang pertama pun dipetik dan kontan semua orang ikut bernyanyi dengan sendu, “Aku ingin berdua denganmu, tapi aku hanya melihat keresahanmu…” lagu-lagu sendu tersebut terdengar begitu menyatu dengan suasana meriah yang tetap diselimuti kesedihan itu.
Selama pertunjukkan berlangsung penonton terlihat tertib namun hangat. Mereka yang beruntung bisa dapat tempat di depan panggung mengerumuni area panggung sambil berlesehan. Mereka yang lain berdesakan di lorong dan di antara meja-meja. Penonton sebanyak itu bisa hening demi mendengarkan dentingan nada pertama dari gitar Is dan kemudian menyanyikan lagu-lagu itu bersama sambil saling bertaut. Sekiranya sore itu jumlah audiens yang membludak namun sangat akrab adalah fenomena tersendiri. Bisa membuat terharu siapa saja menyadari masa sebanyak itu berkumpul di ruangan yang sempit bukan hanya demi lagu-lagu favorit, namun juga demi kedukaan yang dirasakan bersama.
Empatpuluh lima menit mendayu bersama Payung Teduh dirasa kurang bagi mereka yang menyempatkan diri ke Legend Café dan berdesak-desakkan. Beberapa orang mengaku hampir menangis saat menyaksikan penampilan singkat itu, mungkin karena tragedi komunal yang terjadi malah menunjukkan betapa guyubnya komunitas musik kota ini.
Ditemui selepas penampilan singkat namun mengesankan itu, Is, Comi, Ivan, dan Cito mengaku prihatin dengan semua yang terjadi. “Ini pertama kalinya saya main sambil becek nangis.”kata Comi, pemain bass Payung Teduh, “Perasaannya campur aduk antara seneng sama sedih.”
“Tapi panggung tadi menutup segala hal yang negatif. Ya kalau udah begini ga bisa ngapa-ngapain. Cuma bisa ikhlas. Dan buktinya, hari ini indah sih. Bukan ‘sih’. Indah. Indah banget.” kata Is tentang panggung sederhana tadi. Selanjutnya Is menjelaskan bahwa ide untuk tetap manggung dan mengadakan gig sore-sore di Jogja ini merupakan hasil obrolan bersama komunitas Payung Teduh Jogja. “Hal ini menunjukkan pentingnya fan base,” ucapnya. Menurutnya fan base Payung Teduh di Jogja benar-benar telah membantu mereka dalam mengatasi masalah mereka tadi malam, dari mulai menemani ke mana-mana, mencarikan gigs pengganti, sampai tempat tinggal.
Mereka juga mengaku sangat terpukul dengan peristiwa yang terjadi ini. “Bukan masalah ga jadi manggung. Tapi masalah nyawa yang hilang!”kata mereka. Bersama-sama Is dan Comi mengungkapkan kesedihan mereka atas tewasnya Bobby Yoga “Kebo”. “Dalam komunitas kita harus saling menjaga, daripada ada cyber bullying. Kan dia juga niatnya baik mau bikin performance.”
Tetap saja, mereka sangat menyesalkan betapa tertutupnya proses penggodokan acara tersebut. “Keinginan untuk terbuka dan bisa meceritakan apa yang terjadi di dalam Effort itu tidak ada. Sangat disesalkan.” Padahal menurut mereka peristiwa ini terjadi bukan karena kesalahan satu orang saja. “Dia pasti merasa sendirian waktu itu,”ungkap mereka.
“Kami baru tahu kabar pastinya sekitar tadi jam tiga. Setelah itu kita langsung membulatkan tekad untuk mematikan semua kekesalan kami.”kata Is. “Kami tadi juga sempet ngetwit ‘Kekesalan kami tidak sebanding dengan nyawamu’.”
“ Hari ini kami rasanya gamang. Bingung ngerasain apa. Bahagia, kesel, sedih, emosi… Man, ni orang manggil kami dateng. Pasti dia punya alasan untuk manggil kami dateng.”tambahnya menyesal.
“Ya kayak tadi waktu kita mainin “Rahasia”, saya ngerasa sedih banget. Man! Nyawa hilang! Saya jadi inget insiden di Bandung tahun 2007 di mana banyak penonton meninggal. Hal seperti ini tidak perlu terjadi.”ungkap Comi. Mereka mengatakan bahwa tragedi Locstock ini adalah “…catatan hitam di komunitas musik indie. Juga dalam perjalanan kami, Payung Teduh. Udah kayak codet di muka. Ga bisa ilang.”
Ketika ditanya apakah perjalanan pertama mereka ke Jogja membuat mereka kapok main ke kota ini, serentak mereka menampik. “Jogja itu tidak jelek! Peristiwa ini ga ada hubungannya sama Jogja.”kata Is. “Peristiwa tadi malem itu bukan Jogja. Panggung ini nih, yang Jogja banget.”katanya.
Di akhir wawancara Is dan Comi berpesan untuk teman-teman Jogja. “Kejadian hari ini sangat memilukan. Jangan terulang lagi. Ini bener-bener pelajaran buat semuanya… buat artis, buat EO, utk membenahi diri dan saling mensuport. Beneran di-embrace, jangan sampai merasa sendiri. Harus saling menjaga. Dia pasti merasa sendiri waktu itu. Dia punya anak, punya istri, ga logis untuk meninggalkan semua itu. Semakin kamu memeluk seseorang, pasti dia akan bales meluk. Bahkan mungkin dia akan memberikan ciuman balik ke elu.” kata Is menekankan betapa pentingnya dukungan dan keterbukaan dalam komunitas.
Gigs kecil yang akrab di Legend Café itu memang membantu meneduhkan di tengah panasnya permasalahan yang membuntuti Locstock. Selain Payung Teduh, IKSANSKUTER(JKT) juga membuat gig sendiri sebagai penganti batalnya manggung di event Locstock #2 hari ini. (Gis)
Photos by: Randy Surya

Diterbitkan oleh KANALTIGAPULUH, 27 Mei 2013