Minggu, 14 Juni 2020

Kami merilis “Submarine” dan “Bruises di tahun 2019





scroll down for English

Kami merilis “Submarine” dan “Bruises di tahun 2019
Gisela Swaragita atas nama Seahoarse


Ketika kami menyelesaikan album Magical Objects di tahun 2017, sebenarnya kami merekam 12 lagu.

Namun setelah melalui banyak pertimbangan, kami hanya menaruh 10 lagu di album tersebut.

“Submarine” diletakkan di belakang sebagai track tersembunyi, mengekor outro “Emily Grierson”. Sedangkan “Bruises” disimpan untuk diikutkan beberapa album kompilasi.

Tetapi, dalam rilis digital, “Submarine” tidak dimasukkan dan akhirnya tidak pernah didengar orang karena kebanyakan mereka yang membeli CD albumnya tetap hanya akan mendengarkan versi Spotify yang lebih mudah diputar.

Tahun lalu, akhirnya kami memutuskan untuk merilis “Bruises” dan “Submarine” secara digital.
Adit, pemain drum, dan Rudi, gitaris, bertugas menggambar dan merancang sampulnya.
Peran saya seharusnya adalah mengunggah materi-materi tersebut, dan menulis rilis media serta pengumuman media sosial.

Namun, saya tidak pernah selesai menulisnya.

“Bruises” dan “Submarine” adalah dua lagu yang teramat, amat sedih dan ditulis ketika saya sedang megap-megap terkubur longsoran perasaan saya sendiri gara-gara quarter life crisis.
Sungguh berat harus mengingat-ingat lagi momen-momen saya menulis lagu dengan bahan bakar kesedihan, apalagi setelah tumbuh dewasa dan sadar bahwa masalah-masalah saya bukanlah pusat semesta.

Terlebih, setelah bertahun-tahun tidak bermusik, saya semakin hari semakin asing dengan lagu-lagu saya sendiri.

Seahoarse terakhir manggung di September 2017, sehari sebelum saya hijrah ke Jakarta untuk memulai karir jurnalisme. Setelahnya, saya selalu malu kalau ada teman baru di sini yang mengenali saya sebagai “mbak Seahoarse”, karena saya merasa menghubung-hubungkan identitas saya dengan band ini tidaklah lagi relevan.

Lagu-lagu itu akhirnya nangkring di Spotify dan di toko-toko digital, tanpa didampingi pengumuman apapun yang membuat mereka terdengar keberadaannya. 

Draft rilis medianya pun nangkring di belakang kepala saya selama berbulan-bulan, hanya menjadi rasa gatal yang akhirnya terbiasa saya abaikan.

Lagi-lagi, kedua lagu tersebut teracuhkan dan tidak didengarkan oleh kuping-kuping terpenting di komunitas musik, mungkin karena saya terlalu malu dan malas ngomonginnya, atau mungkin karena lagunya memang tidak bagus-bagus amat.

Tapi, minggu lalu, lagi-lagi saya berkubang dalam kesedihan gara-gara saya mau ulang tahun ke 30 dan ditambah lagi baru saja patah hati.

Setelah bertahun-tahun menjadi pemudi, saya tahu bagaimana caranya mengatasi melankolia putus cinta. Namun ulang tahun adalah hari yang sungguh sepi dan saya tidak pernah berhasil menguasainya.

Biasanya kalau saya lagi kalut begitu, saya akan setel Spotify ke mode pribadi dan mendengarkan Magical Objects untuk menyuntikkan sedikit rasa percaya diri, tapi sekarang lagu-lagu di album itu cuma mengingatkan saya pada para mantan nggak berguna di masa lalu.

Sementara saya terbaring meringkuk di lantai dingin kos-kosan saya yang terletak di zona merah pandemi COVID-19, saya berpikir mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk kembali mengunjungi “Submarine” dan “Bruises”.

“Submarine” adalah salah satu lagu pertama yang ditulis Seahoarse. Saya tidak ingat mengapa saya beri tajuk lagu itu “Kapal Selam”, mungkin waktu itu saya lagi ngelantur banget atau mungkin waktu itu saya lagi pengen tenggelam dan nggak ditemukan orang lagi.

Di lagu itu, saya ngomongin betapa enaknya kalau bisa balik ke umur 5 ketika tiada apapun untuk dikuatirkan kecuali gigi depan saya yang tonggos mirip kelinci.

Liriknya ditulis dalam Bahasa Inggris dengan sintaks yang salah kaprah dan bikin malu, tapi saya suka sekali sama permainan manis glockenspiel teman kami Margareta Danastri.

“Bruises”, sebaliknya, adalah salah satu lagu Seahoarse yang terakhir digarap. Saya menulis liriknya ketika perasaan saya sedang babak belur, pengar, dan sangat marah gara-gara sesuatu yang sekarang sudah tidak saya ingat lagi setelah tiga tahun.

Mendengarkan kedua lagu itu lagi sekarang membuat saya sadar bahwa menerima kesedihan adalah konsep yang asing untuk saya sekarang. Mungkinkah itu bagian dari tumbuh dewasa?

Kini semua anggota asli Seahoarse sudah berumur lebih dari 30 tahun. Tuntutan kedewasaan membuat kami terbiasa menertawai kesialan dan pikiran-pikiran kelam, meletakkannya di bagian belakang kepala kami sampai menjelma rasa gatal yang gampang diabaikan.

Betapa sulitnya kini merangkul melankolia, bukannya mengatasinya. 

Karenanya, fakta bahwa kami pernah membikin lagu sedih yang ga enak buat moshing ternyata mengejutkan buat saya sekarang.

Ternyata sangat penting untuk menggauli kesedihan ketika dipaparkan pada keadaan di luar kendali, seperti ketika tiba-tiba pacarmu meninggalkanmu atau ketika tiba-tiba kamu akan ulang tahun ke 30.

Ternyata, melankolia adalah satu-satunya kenyamanan yang bisa didekap ketika kamu meringkuk di lantai dingin, babak belur dihajar badai perasaanmu sendiri.














We released “Submarine” and “Bruises” in 2019
Gisela Swaragita on behalf of Seahoarse






When we wrapped Magical Objects back in 2017 with Kolibri Rekords, we had 12 songs recorded.

After thorough consideration, we decided to only  include 10 songs on the album, with “Submarine” included as a secret track on the CD, following the album’s outro “Emily Grierson”.  Meanwhile, “Bruises” was kept to be involved in several compilation albums.

However, “Submarine” was not included on the digital release and went mostly unheard of as even people who bought the CD would still listen on Spotify, due to convenience. 

Last year, we decided to release the two songs “Bruises” and “Submarine” in digital format. 
Adit, the drummer, drew the covers, and Rudi, the guitar player, designed them. My role was to upload the materials, as well as to write the press release and social media announcement. However, I never finished writing it.

“Bruises” and “Submarine” are very, very sad songs and were written while I was overwhelmed by an avalanche of feelings amidst extended quarter life crisis.

It was not easy to relive the moments when I wrote the sadness-fueled songs, especially after maturing and realizing that my predicaments are not the center of the universe. 

Moreover, after years of not making music and not performing on stage I have become more and more foreign to my own music.

Our last show was in Sept. 2017, the day before I moved to Jakarta to begin my career as a journalist. Since then, I always felt a pinch of embarrassment when someone recognizes me as “the girl from Seahoarse”, as I don’t feel like it is relevant anymore to associate my identity with the band. 

The two new songs were on Spotify and other digital stores, but with no accompanying announcement letting the world know of their existence. The draft of the press release sat in the back of my head for months and just became an itch that I used to ignore. 

Again, the songs were abandoned and not listened to by the important ears of the music community, because, maybe I was too lazy to talk about them, and maybe because they are not that good anyway.


Last week, I was again buried in another avalanche of feelings as my 30th birthday approached and I was suffering a fresh heartache. 

After years of being a young adult, I know the drill on how to overcome the melancholia of heartbreak and abandonment, but birthdays are the loneliest days of the year and I may never master the art of getting over them. 

Usually when I felt that way I would turn my Spotify to private and listened to Magical Objects to get an injection of self esteem, but now it only reminded me of the useless ex-boyfriends I whined about in the songs.

As I laid in a fetal position on the cold floor of my rented bedroom within the red-zone area of COVID-19 pandemic, I told myself that it was now the right time to talk about “Submarine” and “Bruises”. 

“Submarine” was one of the earliest songs I wrote with Seahoarse. I don’t remember why I named it “Submarine.” Maybe at that time I was mumbling or maybe I just wanted to drown and never be found. In the song, I talk about how I wanted to just go back to the time when I was 5, when my only worry was my ugly front teeth. The lyrics are embarrassingly, syntactically incorrect, but I love our friend Margareta Danastri’s sweet glockenspiel part. 
“Bruises,” on the other hand, was one of the most recent songs Seahoarse completed. I wrote the lyrics when I was mentally black and blue, inconsolable, and angry about something that I no longer remember now after three years.


Listening to these two songs again today made me realize that embracing sadness is a foreign concept for me now. 

Maybe it’s just a part of getting older?  

All the founding members of Seahoarse are now 30 and above. We have grown used to the idea of laughing off misfortunes and morbid thoughts, pushing them to the back of our minds until they become an itch that we become used to ignoring. 

It’s difficult now to celebrate melancholia instead of trying to contain it. The fact that we wrote un-mosh-able, sad songs when we were younger surprises me. 

Turns out, it is imperative to be familiar with sadness when you encounter unfortunate events you have no control over, such as lovers leaving you or time speeding up to your 30th birthday. 

Turns out, melancholia is the only reliable comfort you can reach for when you are laying in a fetal position on the cold floor, mentally black and blue amidst a hurricane of emotions. 



“Submarine”



Lyrics: Gisela Swara Gita Andika
Music: Seahoarse
Glockenspiel: Margareta Danastri

“Bruises”


Lirics: Gisela Swara Gita Andika
Music: Seahoarse

“Submarine” and “Bruises” were produced by Seahoarse.
Recorded, mixed, and mastered by Sasi Kirono at Satrio Piningit Studio
Cover art by Aditya Putra
Cover design by Rudy Yulianto

Seahoarse are
Gisela Swaragita (vocals, bass)
Aditya Putra (drums)
Rudi Yulianto (guitars)
Judha Herdanta (guitars)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar