Kamis, 24 September 2015

Cherry, the Candy Apple Precision Skylark



Saya masih kelas 3 SMA waktu saya beli bass precision berwarna merah terang bermerk Skylark di Gramedia. Warna merahnya paling terang di antara yang lain, mencolok mata walau dia digantung dijejerkan dengan bass-bass elektrik lainnya di dinding belakang konter. Waktu itu pengetahuan saya tentang band-band-an dan instrumen masih nol. Saya tidak tahu apakah dia nyaman dan presisi untuk gaya bermain saya karena saya memang belum punya gaya bermain waktu itu. Saya tidak tahu apakah soundnya bagus atau tidak karena saya belum punya sound yang saya inginkan waktu itu. Tapi warnanya merah dan difoto bagus dan minggu depannya ada manggung perdana, jadi saya beli. Beli bass di toko buku memang ganjil, tapi si Cherry, si bass perdana yang darurat ini, ternyata sangat setia dan menyenangkan.

Memang aneh baper sama barang, tapi si Cherry ini penting sekali dalam perjalanan hidup dan ngegigs selama 8 tahun terakhir ini. Dia bass pertama saya, dan saya belum pernah upgrade. Otomatis, Cherry melihat pertumbuhan musikal saya sebagai pemain bass -dari yang bener-bener nggak bisa sampai jadi seperti sekarang. Cherry juga menyaksikan langkah-langkah saya melewati berbagai stepping stone; menemani dari satu venue ke venue lainnya, bertemu orang-orang menarik dan menyenangkan, memainkan lagu-lagu favorit dengan teman-teman terbaik...

Cherry memang bukan item pilihan di kelasnya. Necknya berat, terlalu gendut untuk tangan saya, dan kayunya butuh bertahun-tahun sebelum matang. Jenis kayu body-nya masih misteri. Tapi malah karena kelasnya itu, dia menjadi bass perdana yang sempurna untuk jadi eksperimen. Banyak hal gegabah yang saya lakukan ke Cherry, misalnya membolong body-nya untuk menanam pick up EMG HZ di daerah bridge nya, menandatangani bagian belakang headstock-nya, mencabut potensio tone-nya, dan menempelkan huruf G merah norak di pick guard-nya.

Tapi di luar itu semua, Cherry selalu enak dilihat dan sering menjadi bagian penting foto-foto kesukaan saya. Warna merahnya yang menggaet mata saya dulu itu belum pudar, dan masih sangat cantik bersama pick-guard putih dan pick-up putih yang sudah mati itu. Strap merahnya dipatenkan supaya nggak copot-copot kalau dipakai, tapi memang sering belibet di punggung. Strap itu terlalu kecil sampai pundak kiri saya sering sakit, tapi strap itu tetap asik dengan tiga button pin band skin head kesukaan saya dulu plus tempat pick yang selalu bisa diandalkan. Ada empat huruf chord di dekat setiap tuner yang ditempelkan dulu di tahun-tahun pertama saya main bass, supaya tidak lupa dengan urutan penyeteman. Dengan pick-up humbucker-nya suara Mbak Cherry agak terlalu sangar untuk band indie pop dan twee pop yang saya mainkan. Plihan soundnya sangat terbatas karena pick up-nya cuma satu dan tidak ada tone-nya. Bener-bener bass yang gitu doang.

Namun demikianlah dia, si medioker yang menonjol. Si Cherry tidak perlu jadi bass kelas atas untuk punya tempat di skena. Dia akan selalu menggaet mata, seperti saya yang masih SMA dulu membelinya karena warnanya. Tidak pakai studi banding ke berbagai toko musik. Tidak pakai nongkrongin video-video review dan unboxing di Youtube. Tidak perlu pakai jereng membaca debat kusir di forum-forum gear freaks.

Saya beruntung belajar main musik dengan Cherry. Tadi sore saya beli bass baru, namanya Butterscotch. Cherry akan pensiun dan nongkrong bersandar di tembok sudut kamar sementara saya terus latihan dan ngegigs sama Butterscotch. Gigs terakhir Cherry adalah The 1990ish bersama Seahoarse. Makasih banyak Cherry :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar