Ketika Agen Rahasia bertemu dengan The Secret Agents: (ki-ka) Ogi (DJ Wafika), Keke Tumbuan, Indra Ameng, Komang, Gisa, Rendenk |
Selasa, 31 Juli 2013, tim Kanal Gembira Lokal
dapat kesempatan duduk bersama Indra Ameng dan Keke Tumbuan di lantai atas
Ruang MES 56. Duo seniman dari Ruang Rupa yang bekerja sama sebagai The Secret
Agents itu sedang dalam masa residensi di Ruang MES 56 untuk proyek fotografi
mereka. Dipandu oleh DJ Gisa dan DJ Wafika dan diiringi tembang-tembang
Indonesia lawas dari playlist Ameng, mereka menjawab beberapa pertanyaan
seputar proyek residensi mereka sebagai fotografer di Yogyakarta serta acara
musik, “Superbad!”, yang mereka gagas di Jakarta.
Pertama-tama mereka menjelaskan tentang The
Secret Agents sendiri. “Saya dan Ameng ketemu di tahun 2005 di pameran Unkl
347,” tutur Keke. Kala itu mereka saling tertarik dengan karya satu sama lain
di pameran itu sehingga akhirnya memutuskan untuk berkolaborasi dan membuat
pameran “The Diary of Secret Places... and the Secret Agents”. “Akhirnya sejak
saat itu nama The Secret Agents selalu kami pakai untuk proyek kolaborasi kami
berdua.”kata Keke. The Secret Agents sendiri selalu melakukan proyek berbasis
citra (image-based). Seperti proyek mereka kali ini “The Secret Agents:
Jogjakarta Project”, mereka berencana menggali artefak-artefak kenangan mereka
akan kota Yogyakarta, mengumpulkan temuan-temuan mereka akan urban legend,
youth culture, dan sejarah budaya di Yogyakarta, lalu memetakannya dalam
bentuk majalah sekali terbit yang akan dirilis September.
“Kebetulan kenangan kami banyak sekali di kota
ini. Temen-temen kami juga banyak banget yang tinggal di Jogja. Kali ini kami
bersilaturahmi ke rumah teman-teman yang ada di Jogja dan mengumpulkan
cerita-cerita mereka tentang kota ini.”tutur Ameng. Selain itu mereka juga
berjalan-jalan ke tempat-tempat wisata di Jogja dan mengabadikannya dalam
bentuk foto dengan atmosfer yang gloomy dan melankolis. Uniknya, sebagai
penggagas proyek fotografi ini, mereka bukan menjadi mata di belakang lensa,
melainkan menjadi objek fotografi itu sendiri. Mereka berpose ala agen rahasia
yang sedang mengejar gembong narkoba di Malioboro, Plengkung Gading, Tugu,
sampai Candi Borobudur. Foto-foto ini kemudian diproduksi menjadi kartu pos
yang dibagikan pada malam Open Studio mereka, 1 Agustus 2013.
Dalam Jogjakarta Project, The Secret Agents juga
mengajak anak-anak muda untuk ikut berpartisipasi dengan cara mengirimkan foto
kamar kos masing-masing. “Karena Jogja itu kota transit, banyak banget
anak-anak luar Jogja yang ngekos di sini untuk studi, kerja, atau apa pun. Kami
ingin mendokumentasikan ruang paling pribadi yang sifatnya sementara itu.”
jelas Keke. “Kalau di kamar kos, kita bisa lihat rak-rak plastik, meja kursi
yang pendek, yang seadanya.” ujarnya menunjukkan uniknya kenyamanan yang
diproduksi dari sifat kesementaraan kamar kos. Dari semua foto yang masuk, akan
terpilih tiga foto yang akan dianugerahi awards “Terbaik”, “Terlalu”,
dan “Tertawa”. “Nanti yang memenangkan awards itu akan dapat hadiah
menarik dari kita.”ujar keduanya tanpa mau membocorkan apa saja kriteria yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan penghargaan itu. Mereka juga mengelak saat
ditanya apa hadiahnya. “Pokoknya menarik,”kata mereka sambil tertawa-tawa.
Proyek kamar kos ini akan tergabung dengan program city-mapping mereka
di majalah My Jogja is the Best yang akan terbit 21 September 2013. Penerbitan
majalah ini bekerjasama dengan Ruang MES 56 di mana mereka akan membuka open
studio dari tanggal 1 Agustus. “Temen-temen bisa datang ke MES, ngeliat-liat
foto-foto yang udah kita pajang, dan berpartisipasi dalam pemetaan kota Jogja
dari kacamata youth culture.” tutur mereka. Mereka sudah menyiapkan peta
Jogja di dinding ruang display MES 56 yang bisa ditempeli post-it warna
warni oleh pengunjung open studio untuk menunjukkan tempat tinggal, kampus,
kantor, tempat nongkrong, dan venue event-event favorit mereka.
Obrolan pun beralih dari proyek residensi ke
proyek event musik. The Secret Agents telah dengan rutin mengadakan “Superbad!”
sejak tahun 2008. “Jadi “Superbad!” itu hasil kerjasama kita sama The Jaya Pub.
Enaknya kerjasama dengan venue yang berupa club kayak gitu kita ga perlu repot
nyari sound, nyiapin venue, semuanya udah tersedia. Kita tinggal mengkurasi
band yang akan main, sama nulis-nulis dikit lah untuk publikasi.”ujar Keke.
“Kita bikin event ini sebenernya untuk ajang kumpul-kumpul aja sih. Jadi tiap
bulan kita pasti punya kesempatan untuk kumpul bersama temen-temen. Club-nya
juga dapet pendapatan dari penonton yang datang.”
Menurut Keke, sistem kurasi band yang mereka
tetapkan tidak ketat. “Kita selalu seneng dengerin band baru. Kalau kamu punya
band kirim demo aja ke kita. Gampang kok. Tapi kalau bandnya cupu ya enggak
kita undang,”ujarnya sambil tertawa. Memang, “Superbad!” terkenal sebagai gig
kecil-kecilan dengan line-up yang tidak pernah main-main. Band-band
Jogja yang pernah manggung di “Superbad!” terhitung jagoan, misalnya
Melancholic Bitch, Risky Summerbee and the Honeythief, dan Answer Sheet.
“Banyak penonton yang datang ke “Superbad!” tanpa mencari tahu siapa yang
manggung karena sudah percaya dengan hasil kurasi kami.”kata Ameng.
The Secret Agents memang sudah terpercaya dalam
hal memberi pigura pada sebuah acara musik. Tahun 2011 mereka berdua menyusun
booklet RRRec Fest, sebuah festival musik yang terdiri dari tiga showcase di
tiga cafe bersejarah di bilangan Cikini, Jakarta. Festival musik yang
diinisiasi Ruang Rupa ini juga mempercayakan bagian kurasi band yang akan
manggung pada The Secret Agents.
Kenapa sih suka banget bikin gigs kecil-kecilan
di cafe? Festival kan harusnya di lapangan dan gede-gedean?
“Kita emang mau bikin festival yang terdiri dari
showcase kecil-kecilan. Ga perlu ruang terbuka yang besar. Kita bisa bikin
acara menggunakan venue yang udah ada.”ujar Keke. Menurutnya uniknya festival
ini adalah para penonton festival bisa berkeliaran di bilangan Cikini, memasuki
cafe yang satu dan yang lainnya sesuai jadwal band yang ingin mereka tonton
dengan mengacu pada booklet. “Jadi kadang ada orang kepapasan di jalan saat
mereka berpindah dari satu cafe ke cafe yang lain untuk nonton band tertentu
yang mereka incar.” Konsep unik festival ini disambut baik oleh penikmat musik
sehingga Ruang Rupa akan mengadakannya lagi. “November ini kita akan bikin
RRRec Fest lagi. Tempatnya juga sama, masih di Cikini.” ujar keduanya.
Obrolan yang ringan dan hangat itu harus
berakhir setelah dua jam mengudara. Sebelum berpisah, Ameng dan Keke berpesan
pada para penggagas event musik, “Waktu kamu bikin acara mungkin yang datang
cuma dikit, orang-orang nggak antusias. Tapi hajar aja terus. Jalan terus.
Mungkin di acara pertama, kedua, ketiga orang-orang yang datang cuma
segelintir. Tapi siapa tahu di acaramu yang keempat orang-orang yang datang
bakalan rame. Pokoknya kalau acara kamu reguler dan konsisten, orang-orang
tetep bakalan tahu tentang acaramu dan kamu bakalan lebih diperhitungkan.”
Selain itu mereka juga berpesan bahwa konstruksi
di luar band sangatlah penting dalam membangun scene musik itu sendiri. “Event
organizer, jurnalis, fotografer, manager, penonton... juga ga kalah penting
daripada bandnya. Sebenarnya yang bikin sebuah scene itu kuat adalah
orang-orang di belakang layar yang tergabung dalam jaringan itu.” ujar Ameng
sebelum menutup obrolan malam itu.
Gisela Swaragita
Diterbitkan oleh webzine KANALTIGAPULUH. Dapat diakses di:
http://www.kanaltigapuluh.info/interview-kanal-gembira-lokal-bersama-the-secret-agents/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar