Saya punya sebentuk wajah.
Dua mata. Satu hidung. Sepasang bibir.
Mata saya duduk senang di dalam relung mereka.
Hidung saya bergantung damai di antara kedua pipi.
Sepasang bibir saya tersenyum, berbaring di atas dagu.
Semua gembira, semua ceria.
Terbingkai rambut yang hitam panjang, meruap.
Dan mereka datang membawa pisau.
Terayun-ayun di kedua tangan.
Dan mereka papas rambut saya.
Dan mereka sadar saya punya wajah.
Diirisnya wajah saya sesuai bingkainya.
Lalu ditorehkan tanda tangan mereka di pipi saya, masing-masing satu
dengan ujung pisau.
Dicungkilnya mata saya masing-masing dari relungnya
lalu diberikan pada tikus tanah yang tidak tahu nikmatnya melihat.
Lalu dipotongnya hidung saya sampai rata.
Dan dilemparnya potongan hidung itu supaya dipatuk ayam,
yang tidak pernah ingin punya hidung.
Lalu dikoyaknya bibir saya sambai berjumbai-jumbai
Dan mereka meludah di dalam mulut saya.
Dan mereka tuangkan lumpur ke atas lidah saya.
Dan mereka hujamkan pisau-pisau mereka ke langit-langit kepala saya.
Dan mereka gosokkan muka kepala saya
yang tadinya adalah wajah
ke jalan yang berbatu-batu tajam.
Dan mereka genggam pisau-pisau itu lebih erat lagi.
Bersiap untuk kembali melukai
karena mereka kemudian sadar saya punya hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar