Kamis, 01 Desember 2011

CHARLOTTE’S WEB – Wilbur, Si Babi Ajaib (oleh E.B White)



Contoh terjemahan dari Gisela Swara Gita Andika

CHARLOTTE’S WEB – Wilbur, Si Babi Ajaib (oleh E.B White)

BAB I

Sebelum Sarapan

“Kemana Papa pergi dengan kapak itu?” tanya Fern pada ibunya saat mereka sedang menata meja untuk sarapan.

“Keluar, ke kandang babi.” jawab Mrs Arable. “Beberapa ekor babi lahir tadi malam.”

“Aku tidak mengerti mengapa Papa harus membawa kapak.” lanjut Fern, yang masih delapan tahun.

“Yah,” kata ibunya, “salah satu dari anak-anak babi itu kerdil. Ia sangat kecil dan lemah, tidak ada harganya sama sekali. Jadi ayahmu memutuskan untuk membereskannya saja.”

Membereskannya saja?” pekik Fern. “Maksud Mama, membunuhnya? Hanya karena babi itu lebih kecil daripada lainnya?”

Mrs Arable menaruh seteko krim di atas meja. “Jangan berteriak-teriak, Fern!”katanya. “Ayahmu benar. Lagipula babi itu bisa saja mati begitu saja.”

Fern mendorong kursinya dan berlari keluar. Rumput masih basah dan bumi menguarkan aroma musim semi. Sepatu Fern sudah basah kuyup ketika ia mencapai ayahnya.

“Kumohon jangan bunuh babi itu!” isaknya. “Sungguh tidak adil!”

Mr Arable berhenti berjalan.

“Fern,”ujarnya lembut, “kau harus belajar mengendalikan dirimu.”

“Mengendalikan diriku?” jerit Fern. “Ini masalah hidup dan mati, dan Papa malah bicara tentang mengendalikan diriku.” Air mata mengaliri pipinya. Fern meraih kapak itu dan berusaha merebutnya dari genggaman ayahnya.

“Fern,”ujar Mr Arable, “Aku kan lebih tahu tentang beternak babi daripada kau. Seekor anak babi yang sakit-sakitan hanya akan bikin masalah. Sekarang pergilah!”

“Tapi itu tidak adil,”Fern menangis. “Bukan salahnya kalau dia terlahir kerdil, kan? Kalau aku yang terlahir kerdil, apakah Papa akan segera membunuhku?”

Mr Arable tersenyum, “Tentu saja tidak,”katanya sambil memandang sayang pada gadis kecilnya. “Tapi ini berbeda. Seorang gadis kecil berbeda dengan seekor babi kecil yang kerdil.”

“Aku tidak melihat perbedaannya,” balas Fern yang masih bergelantungan pada kapak. “Ini adalah kasus ketidakadilan paling parah yang pernah kudengar.”

Suatu ekspresi yang aneh melintas di wajah John Arable. Seakan-akan ia sendiri akan menangis.

“Ya sudah,”katanya. “Kembalilah ke rumah dan aku akan membawa babi kerdil itu pulang. Akan kubiarkan kau memeliharanya dan menyusuinya dengan botol, seperti bayi. Biar kau tahu masalah apa yang bisa ditimbulkan oleh seekor babi.”

Ketika Mr Arable kembali ke rumah setengah jam kemudian, ia membawa sebuah kardus. Fern sedang di lantai atas mengganti sepatunya. Meja dapur telah ditata untuk sarapan, dan ruangan itu beraroma kopi, daging asap, kertas dinding lembab, dan asap kayu dari kompor.

“Taruhlah di kursi Fern!”kata Mrs Arable. Mr Arable meletakkan kardus itu di kursi Fern. Lalu ia melangkah ke wastafel dan membasuh tangannya lalu mengeringkannya dengan handuk gulung.

Fern melangkah turun perlahan di tangga. Matanya masih merah karena menangis. Ketika ia mencapai kursinya, kardus itu bergoyang, lalu terdengar suara garukan. Fern memandang ayahnya. Kemudian diangkatnya tutup kardus itu. Di sanalah, di dalam kardus, si babi kecil yang baru saja lahir menatapnya. Babi itu berkulit putih. Cahaya pagi bersinar menembus telinganya, sehingga telinga itu bersemu merah jambu.

“Babi ini milikmu,”kata Mr Arable. “Diselamatkan dari kematian yang datang terlalu cepat. Dan semoga Tuhan yang Baik memaafkanku atas perbuatan bodoh ini.”

Fern tidak dapat mengalihkan pandangannya dari babi kecil itu. “Oh,”bisiknya. “Oh, lihatlah dia! Dia benar-benar sempurna.”

Ditutupnya kardus itu dengan hati-hati. Pertama, ia mencium ayahnya, lalu ia mencium ibunya. Lalu ia membuka tutup kardus itu lagi, mengangkat si babi keluar, dan mengelusnya lembut dengan pipinya. Pada saat itu kakaknya Avery masuk ke dalam ruangan. Avery adalah anak lelaki sepuluh tahun. Ia bersenjata lengkap –sebuah senapan angin di satu tangan, sebuah belati kayu di tangan yang lain.

“Apa itu?”tuntutnya. “Fern dapat apa?”

“Dia dapat tamu untuk sarapan,”kata Mrs Arable. “Cuci tangan dan mukamu, Avery!”

“Coba lihat!”kata Avery, diturunkannya senjatanya. “Kau sebut benda menyedihkan itu babi? Itu adalah miniatur yang mirip babi –tidak lebih besar daripada seekor tikus putih.”

“Cuci tangan dan makan sarapanmu, Avery!”kata ibunya. “Bus sekolah akan tiba setengah jam lagi.”

“Boleh aku punya babi juga, Pop?”tanya Avery.

“Tidak boleh, aku hanya memberikan babi untuk anak-anak yang bangun pagi,”kata Mr Arable. “Fern bangun saat matahari terbit, berusaha menumpas ketidakadilan dari muka bumi. Hasilnya, ia sekarang punya seekor babi. Hanya seekor babi kecil, memang, tapi tetap saja seekor babi. Itu bisa terjadi jika seorang anak bangun tidur tepat waktu. Nah sekarang, mari makan!”

Tetapi Fern tidak dapat menelan makanannya sebelum babinya minum susu. Mrs Arable menemukan sebuah botol bayi dan dot karet. Dituangkannya susu hangat ke dalam botol, dipasangnya dot pada tutupnya, dan diberikannya pada Fern. “Nah, beri babimu sarapan!”katanya.

Semenit kemudian, Fern duduk di lantai di sudut dapur sambil memangku bayinya, mengajari si babi untuk menghisap susu dari botol. Si babi, walaupun mungil, ternyata bernafsu makan tinggi dan cepat belajar minum dari botol.

Bus sekolah membunyikan klakson dari jalan.

“Lari!”perintah Mrs Arable, meraih si babi dari Fern dan menjejalkan sepotong donat ke tangannya. Avery meraih senjatanya dan sepotong donat lagi.

Anak-anak berlari ke jalan dan menaiki bus. Fern tidak memerhatikan yang lain di dalam bus. Ia duduk dan menatap keluar jendela, memikirkan betapa dunia adalah tempat yang penuh kebahagiaan, dan betapa beruntungnya ia boleh bertanggungjawab penuh untuk hidup seekor babi. Ketika bus telah mencapai sekolah, Fern telah menamai binatang piaraannya, memilih nama tercantik yang melintas di pikirannya.

“Namanya Wilbur,”bisiknya pada dirinya sendiri.

Fern masih memikirkan si babi ketika gurunya bertanya: “Fern, sebutkan nama ibukota Pennsylvania!”

“Wilbur,”jawab Fern, setengah melamun. Para murid terkikik. Wajah Fern memerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar